* Kesedihanku
Kosong. Tanpa kamu aku
kosong. Tidak ada lagi yang bersua atau sekedar menyapa kebusukan yang telah
lama kita tinggalkan. Rindupun kau hancurkan. Lalu, mengapa aku masih tak mampu
menghancurkannya seperti yang kamu lakukan?
Hampa. Tanpa kamu aku
hampa. Lama tak bersua menjadikanmu seperti batu dan aku seperti es. Mengeras. Tumbuh
keras. Memenangkan ego dalam diri masing-masing. Haruskah aku merasa
kehilangan?
Kutunggu kau di teras
rumahku. Lama tak jua datang. Lagi. Aku masih terus menunggu. Entah apalagi
yang kutunggu. Menunggu kebodohan? Kamu bodoh! Kamu bodoh! Teriakan itu jelas
terdengar di telingaku. Nyata. Semakin jelas saat kau melewatiku tanpa sapa,
seolah kita bukanlah apa-apa. Seolah kita tidak pernah punya cerita. Seolah,
semuanya baik-baik saja. Andai saja meninggalkanmu adalah hal yang mudah,
mungkin sudah kutinggalkan kau lebih dulu. Hanya saja, hatiku berkata; tunggu dan otak berpikir keras untuk
menyusun cara agar aku terus berjalan. Mana yang kupilih? Jelas; perempuan akan
memilih mendengarkan hati. Lalu kemudian berharap dan kecewa lagi.
Kita adalah sama. Sama-sama
saling memenangkan keegoan dalam diri. Entah apa yang terjadi denganmu. Hingga kita
kehilangan kata, mungkinkah kau kehilangan rasa? Jika iya, mengapa aku tidak?
Jika menurutmu cinta
adalah kata; maka mungkin kini cintamu telah hilang; sejalan dengan hilangnya
kata-katamu. Tetapi bagiku cinta adalah percaya, maka ada ataupun tidaknya kamu
menyapa, aku hanya mampu percaya. Percaya bahwa kamu tidak akan mengecewakanku.
Percaya bahwa kamu tidak macam-macam; seperti yang kamu katakana sebelumnya. Percaya
bahwa kamu tetap menjadi kamu, meski kita tak lagi saling menyapa.
Kita memulainya tanpa
kata. Jika kamu hilang dan ini berakhirpun; biarkan tanpa kata. Biar sesak ini
aku yang selesaikan. Biar sakit hati ini aku yang selesaikan. Biar kekecewaan
ini aku yang selesaikan—pula. Meski di sini aku hampa. Kosong, tanpa kamu.
Dariku,
Untukmu.
Selamat senja, salam,
Kesedihanku.
-Rasyiqah
* Kamu
Kamu
Kedatanganmu
menciptakan sebuah lembaran baru, melenyapkan tabir gelap dengan menciptakan
alunan melodi yang menemani dikala terang, dan memanjakan dikala malam.
Itulah pertemuan antara
dua sosok yang beradu menjadi satu, antara dua rantai yang bersatu padu.
Meluluhlantahkan tembok
pencakar langit penuh keraguan akan kepercayaan yang timbul karena kesakitan
dimasa lalu.
Dari seutas tawa, ia
mengikat jiwa dengan penuh kebahagiaan tersembunyi dalam kotak Pandora penuh
rahasia.
Itulah kolaborasi sempurna
antara dinginnya malam menuju embun pagi yang diiringi sentuhan basah pada
rerumputan di lading, begitu tenang dan nyaman.
Seperti itulah dia,
berdiri tegas berdampingan mengukuhkan cinta melawan keegoisan takdir akan
keputusasaan dan ketidakpastian.
Dia adalah sesosok
matahari terbit yang mencintai terangnya cahaya kehidupan dalam keharmonian
alam, menjadi berkat yang begitu indah.
Melihat secarik
senyummu terasa seperti hujan mencintai tetesan airnya, bulan mencintai langit
malamnya, dan memelukmu adalah seperti melihat dedaunan tumbuh penuh kemesraan
terlindungi rasa prihatin yang berasal dari kesabaran yang begitu dalam tak
tertahankan.
Akhir kata, aku hanya
bisa berharap, jika aku diberikan kesempatan oleh sang kuasa, berikan aku
kesempatan untuk terus menemanimu dalam hangatnya suasana tawa, ataupun dalam
derasnya air mata.
-Rasyiqah
* Rindu
Jakarta, malam ini.
Terasa dingin dan
sunyi, seperti dirimu, yang selalu begitu.
Tercium sangat bau-bau
petrichor yang khas sehabis hujan.
Tercium pula, bau tidak
sedap berasal dari relung hatiku.
Relung hati yang
terdapat banyak sekali rindu yang mulai membusuk seiring berjalannya waktu.
Hanya saja, kamu tidak
terlalu peduli dengan rasa rinduku ini.
Tidak.
Kamu tidak akan peduli
dengan semua yang terpaut dengan diriku.
Karena menurutmu, aku
hanya segelintir angin yang berusaha menerobos tubuhmu untuk masuk ke dalamnya.
Kurasa begitu.
-Rasyiqah
* Kagum
Aku yang mengagumimu di
antara asa dan harapanmu
Terlalu jauh kurasa
antara ego bisa memilikimu
Kulihat antusiasmu
tentang duniamu itu sangat serius
Mengalahkan
keseriusanku untuk menjadi prioritasmu
Mimpi itu layak bukan?
Dan aku berharap
terlalu berlebih
Kita belum bertemu,
rasanya masih fana dan tak mungkin lelaki luar biasa sepertimu bisa ada di
sampingku
Kita dekat. Namun
rasanya jarak kita sangat jauh, dan asa
Kita berbeda. Bahkan
saat keraguan itu datang aku tak peduli
Aku mengagumi sosokmu
Mungkin, hanya aku saja
yang membawa perasaan ini terlalu dalam
Tinggal tunggu saja aku
tenggelam
Sebenarnya aku tak
ingin mengganggu hidupmu
Kehidupanmu lebih baik
daripada hidupku
Ah sampai kapan aku
menggila dengan diriku sendiri. Jika kau tau semuanya, jaminannya adalah aku
akan kehilanganmu
Sapamu itu sungguh
membuat aku lupa diri
Bahwa kita ini fana,
maya dan sangat jauh
Biarlah kita tertawa
bersama di fana
Terimakasih telah
peduli dan mengenalkanku pada sosok hebat yang selalu aku kagumi.
-Rasyiqah