Sabtu, 19 Agustus 2017

Ephemeral

bagian 1
 
Bandung, 12 Mei 1997

Suara bising yang berasal dari sepasang suami istri membuat atmosfer rumah menjadi tegang. Seorang anak laki-laki yang terduduk di sudut ruangan mencengkram baju yang sedang ia kenakan dengan erat, berusaha menutup telinganya dari suara bising itu. Matanya terpejam, napasnya memburu menahan air mata yang ingin sekali terkuak.

Anak laki-laki itu menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut yang ia tekuk. Semuanya ia tenggelamkan. Saat-saat indah yang ia jalani di rumah ini hilang begitu saja. Seakan tidak pernah terjadi sedetikpun.

Sebuah tangan terulur untuk menarik tangannya. Memaksanya untuk ikut keluar dari dalam rumah ini. Matanya terus memandang kearah rumahnya yang semakin lama semakin menjauh karena tarikan tangan yang berasal dari seorang perempuan. Anak laki-laki ini melihat seorang laki-laki paruh baya keluar dari dalam rumahnya, kemudian menembaki diri sendiri menggunakan sebuah senapan. Mendadak kaki mungil miliknya yang sebelumnya berlari kini menjadi lemas.

"Ma... Papah, Ma..."

Kedua pelupuk mata anak laki-laki itu mulai berkabut. Air mata yang sebelumnya bisa tertahan kini sudah tidak dapat terbendung lagi. Laki-laki paruh baya yang bukan lain adalah Papah kandungnya kini sudah bergeletak tidak bernyawa di depan rumahnya.

Anak laki-laki itu terus mengikuti tarikan dari perempuan yang bukan lain adalah Mama kandungnya untuk menjauh dari tempat itu. Seluruh tubuhnya lemas, melihat Papahnya menembaki diri sendiri di depan kedua matanya. Bahkan perempuan di depannya yang mengaku mencintainya tidak peduli sedikitpun melainkan terus mencoba membawanya lari untuk meninggalkan semua ini.

Ia dan perempuan paruh baya ini memasuki sebuah mobil yang di dalamnya terdapat seorang pria muda yang sudah siap dengan kemudinya untuk membawa ia dan perempuan yang hendak membawanya lari dari keadaan ini. Anak laki-laki ini terduduk sembari terus melihat kearah luar jendela yang masih memperlihatkan megahnya rumah yang ia pikir adalah tempatnya untuk berlindung.

Air matanya tidak dapat tertampung. Sedari tadi ia menangis tanpa suara agar tidak ada satu orangpun tahu kalau hatinya amat sangat tercabik-cabik. Ia mengepal tangannya kuat-kuat hingga akhirnya rumah yang megah itu menghilang dari pelupuk matanya. Anak laki-laki itu meyakinkan dirinya jikalau perempuan yang membawanya lari ini adalah seseorang yang membunuh Papah kandungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wa Ode Rasyiqah Aelaputri

Halo! Namaku Wa Ode Rasyiqah Aelaputri. Kalau buat orang-orang terdekat sih biasanya manggil Putri atau Uti, tapi buat orang yang baru perta...